THR Anak dibawa Or-tu; Investasi bodong (?)

THR Anak Dibawa Or-tu; Investasi Bodong (?)

Dr. Mardjoko Idris, M.Ag.*

Secara umum, lebaran tahun ini memang penuh dengan kesan menyenangkan, antara lain bisa berkumpul dengan keluarga setelah 3 tahun tidak bertemu, bisa saling bersalaman, bisa saling memahami keadaan saudara-saudaranya dari jarak dekat, dan juga bisa kuliner bersama keluarga. Secara lebih khusus, lebaran kali ini juga istimewa bagi usia anak- anak, banyak ampau atau THR berupa uang dari saudara-saudaranya yang lebih tua ke keponakan-keponakan yang masih anak- anak. Begitulah kata “Hari Lebaran” menjadi fenomena semiotika yang bisa dimaknai sesuai dengan tingkat usia dan cara berfikir masing-masing.

Di tengah-tengah rasa senang, ada juga kesan yang bernada negative. Antara lain banyaknya anak-anak yang memeperoleh THR berupa uang yang dititipkan kepada ortu-nya, dinilai sebagai investasi bodong, bahasa lengkapnya sebagai berikut “KETIKA UANG THR YANG DIDAPAT ANAK2 DITITIPKAN KE ORANG TUA, DISITULAH ANAK2 PERTAMA KALI MENGENAL INVESTASI BODONG”.

Penilaian tersebut –dengan bahasa lisan- dinilai pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat, terutama di kalangan ibu2 muda. Tulisan ini diharapkan sebagai urun rembug dengan melihat –tudingan- investasi bodong tersebut dari sisi qurani.

Secara istilah investasi bodong dimaknai dengan investasi yang akan meminta kita untuk menanamkan sejumlah uang atau modal dalam produk atau bisnis, tetapi sebenarnya penanaman uang itu tidak pernah ada, sehingga kita akan mengalami kerugian. Ciri-ciri investasi bodong antara lain; ada iming-iming keuntungan besar dengan resiko minim; perusahaan dan produk tidak jelas; mendapat keuntungan dengan waktu singkat; tidak ada pengawas; dan diminta mencari nasabah baru.

Jika itu yang dimaksud dengan investasi bodong dalam konteks THR bagi anak di hari lebaran, saya kira tidak semua orang tua bersikap begitu, mungkin ada, tapi itu sebagian kecil, sebagai besar orangtua mempunyai niatan yang baik, sebagai bentuk kehati-hatian, boleh jadi kalau dibawa anak2 akan digunakan dengan tidak jelas.

Penulis menemukan bukti, ada seorang anak bernama Ayun, usia 6 tahun mendapatkan THR dari keluarga besarnya sejumlah 2 juta, ya dibawa ibunya, pada saatnya nanti untuk dibelanjakan bagi keperluan anak tersebut; Afan, usia 4 tahun juga mendapatkan THR sebanyak 1 juta-an, juga dibawa ibunya, dengan tujuan yang sama, bahkan Agis yang baru berusia 1 tahun juga mendapatkan THR sebanyak 1 juta-an, juga dibawa ibunya. Kendatipun si anak tidak mengetahui kelanjatun titipan itu, tapi ibu itu telah melakukan prinsip kehati-hatian, pada saatnya nanti uang itu akan kembali kepada sipemiliknya.

Bagaimana al-Quran berbicara tentang kepemilikan harta bagi anak2 (?), ada ayat yang berbunyi (an-Nisa: 2)

وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْۖوَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِۖوَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْۚإِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا

“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar”

Benarkan harta-harta itu langsung diberikan kepada anak yatim?, tentu tidak, mengingat anak yatim itu usianya masih belum baligh, belum saatnya bisa memahami dan mengelola mandiri harta yang diwariskan oleh orang tuanya kepadanya. Dengan demikian lafadz (yatâma) adalah majaz, tidak semestinya dimaknai dengan makna yang sebenarnya, yaitu anak yang belum dewasa, melainkan yang dimaksud adalah anak yang waktu dulu yatim, namun sekarang sudah dewasa, ukurannya bisa usia di atas 20 tahun, atau telah lulus S-1, atau telah menikah. Antara yatim dan usia dewasa itu ada jarak waktu, bisa lama bisa sebentar, sangat tergantung pada keadaan masing-masing. Tapi pada prinsipnya, harta anak yatim itu akan diberikan kepadanya jika dinilai oleh pihak keluarganya sudah dewasa.

Apa tidak seperti itu sikap orang tua yang –sementara- membawa THR anak-anaknya, sebagai sebuah sikap kehati-hatian, yang kelak akan dikembalikan kepadanya jika saatnya telah tiba. Dengan demikian, uang THR anak yang dibawa orang tua tidak selalu dinamakan dengan investasi bodong, justru sebaliknya itu sebagai sikap kehati-hatian orang tua terhadap pendidikan anaknya, dan membawa THR anak –anak oleh orang tuanya itu islami, bukan investasi bodong.

* DosenProgram Studi Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler