Gaya Bahasa al-Jam’u wat-Taqsîm
Gaya Bahasa al-Jam’u wat-Taqsîm
Oleh: Dr. H. Mardjoko, M. Ag.*
Salah satu gaya bahasa yang terdapat dalam Alquran adalah yang disebut dengan gaya bahasa al-jam’u wat-taqsîm (mengumpulkan kemudian membaginya menjadi beberapa bagian). Gaya bahasa ini termasuk gaya bahasa muhassinât maknawiyah (keindahan makna), yaitu mengumpulkan beberapa hal yang berbeda dalam satu ikatan, kemudian membaginya menjadi beberapa bagian.1
Gaya bahasa al-jam’u wat-taqsîm ini antara lain dalam QS. Fâthir ayat 32 sebagai berikut.
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ ﴿٣٢﴾
Artinya: “kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”
Perhatikan struktur kalimatnya, Allah Swt. dalam ayat tersebut di atas mengumpulkan semua orang yang beragama Islam dalam satu ikatan, yaitu sebagai hamba-hamba Allah yang terpilih (mushthafa), kemudian Allah Swt. membagi mereka menjadi tiga kelompok. Pertama, dzâlimun linafsihi (aniaya terhadap diri sendiri). Kedua, muqtashidun (pertengahan). Ketiga, sâbiqun bil-khairât (lebih dahulu berbuat kebaikan).
Maksud dzâlimun linafsihi (menganiaya dirinya sendiri) adalah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan maksud muqtashidun (pertengahan) adalah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedangkan yang dimaksud dengan sâbiqun bil-khairât (orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan) ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan.
Mengumpulkan orang-orang Islam dalam satu ikatan sebagai hamba Allah yang terpilih, kemudian membaginya menjadi beberapa bagian tersebut dalam ilmu badi’ dinamakan gaya bahasa al-jam’u wat-taqsîm.
Berikut adalah contoh gaya bahasa al-jam’u wat-taqsîm dalam Q.S. al-Lail ayat 4-10.
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ ﴿٤﴾ فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ ﴿٥﴾ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ ﴿٦﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ ﴿٧﴾ وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ ﴿٨﴾ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ ﴿٩﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ ﴿١٠﴾
Artinya: “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda (4). Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa (5) dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga) (6). Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (7) dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup (8), serta mendustakan pahala terbaik (9). Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar (10)”.
Perhatikan struktur kalimatnya, Allah Swt dalam ayat tersebut di atas mengumpulkan dua tipe manusia dalam satu ikatan, yaitu sama-sama berusaha dalam kehidupan, kemudian Allah Swt. membagi mereka menjadi dua kelompok; Pertama, orang-orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga); dan Kedua, orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik.
Kelompok orang pertama (orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, syurga), maka Allah Swt. akan menyiapkan bagi mereka jalan yang mudah, sedangkan kedua (orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik), Allah Swt. akan menyiapkan bagi mereka jalan yang sulit.
Mengumpulkan beberapa tipe manusia yang berbeda dalam satu ikatan, kemudian mengelompokkannya menjadi beberapa bagian tersebut dalam ilmu badi’ dinamakan gaya bahasa al-jam’u wat-taqsîm.
Tentu masih banyak contoh-contoh lain gaya bahasa al-jam’u wat-taqsîn ini di dalam Alquran, model mengum-pulkan dalam satu ikatan, kemudian mengelompokkan menjadi beberapa kelompok atau bagian ini, merupakan usaha dalam mempercantik tuturan dari aspek makna. Oleh karenanya, gaya bahasa al-jam’u wat-taqsîm ini termasuk muhassinât maknawiyah.
Wallahu a’lamu bimurâdihi.
***
1Lihat Ibrahim Mahmud ‘Alan, al-Badî fî al-Qurân: Anwâ’uhu wa Wadzâifuhu, Dâiratu ats-Tsaqâfah wal-I’lâm, 2002 M, p. 285
*Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.