Ramadan dan Penguatan Karakter Bangsa (Sebuah Refleksi)
Ramadan dan Penguatan Karakter Bangsa
(Sebuah Refleksi)
Oleh Abu Nasir, S. Ag., M.Pd.I. *
Salah satu ajang rutin yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin pada bulan Ramadan adalah berbuka puasa bersama. Di Indonesia, hal ini sudah menjadi tradisi, bahkan ada yang terjadwal, baik di tingkat lingkungan rumah, instansi, maupun komunitas tertentu. Tradisi ini pada era pandemi covid-19, mungkin agak terbatas dan tidak sebebas sebagaimana Ramadan sebelum pandemi. Sejatinya, ketika kita menyelenggarakan buka puasa bersama, di sana ada makna bagi setiap individu, bahkan bagi orang yang ada di lingkungan kita. Di antara makna yang dapat kita petik dari berbuka puasa bersama pada bulan Ramadan adalah terjalinnya tali silaturahmi, eratnya hubungan persaudaraan, terbinanya kasih sayang, dan terpeliharanya keharmonisan di antara sesama keluarga, kolega, dan masyarakat. Setiap kegiatan positif yang dilakukan selama bulan Ramadan memberikan makna dan kesan yang mendalam bagi kita.
Pada gilirannya nanti, kondisi ini akan memperlancar kerja sama, interaksi, dan komunikasi yang baik dalam melakukan pekerjaan dan menjalankan tugas sehari-hari. Jika kerja sama telah terbangun dengan kokoh, insyaallah kualitas dan produktivitas kerja akan meningkat. Oleh karena itu, sejatinya bulan Ramadan merupakan wahana yang tepat untuk berkarya, serta meningkatkan dan meraih prestasi kerja. Karena pikiran lebih jernih, fisik lebih ringan, dan lingkungan pun sangat kondusif untuk menghasilkan karya dan prestasi terbaik. Dengan ungkapan lain, sejatinya Ramadan adalah bulan produktif, bukan bulan untuk berleha-leha dan bermalas-malasan. رمضان شهر العمل ليس شهر الكسل , “Ramadan bulan beramal (berkarya), bukan bulan bermalas-malasan”.
Tentu saja karya dan prestasi demikian tidak dapat diraih secara instan. Karya dan prestasi perlu terus-menerus diupayakan melalui prinsip belajar sepanjang hayat, mulai dari buaian hingga akhir hayat, sebagaimana dikatakan: اطلبوا العلم من المهد الى اللحد , artinya “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahad”. Bulan Ramadan merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang sangat diperlukan dalam situasi dunia global yang semakin kompetitif ini, terlebih kita sudah dipaksa untuk memasuki era Revolusi Industri 4.0, seiring wabah Covid-19 yang sampai saat ini belum mereda.
Dalam konteks kebangsaan, pengalaman, karya, prestasi kerja dan pengetahuan yang kita raih, hendaknya dipadukan dengan nilai-nilai moral dan etika yang menjadi karakter bangsa yang mulia. Di antaranya adalah integritas, etos kerja, dan gotong royong. Hal ini sangat relevan dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya secara ideal kita berusaha memaknai kecerdasan yang menyeluruh: cerdas secara intelektual, emosional, spiritual, moral, bahkan cerdas secara kultural.
Melalui puasa Ramadan, Allah Swt. hendak membina kita secara emosional dan spiritual. Melalui puasa, kita belajar untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan, belajar untuk mematuhi aturan, belajar mengikuti suatu kesepakatan, dan belajar untuk toleran, simpati, dan empati kepada sesama.
Perpaduan antara kecerdasan-kecerdasan itulah yang akan melahirkan sosok manusia yang memiliki karakter bangsa yang kuat, yaitu manusia yang memiliki integritas dan etos kerja tinggi, serta mampu bergotong royong. Oleh karena itu, ia mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi; manusia yang mampu mengelola berbagai potensi dan karunia Allah Swt. secara bertanggung jawab; manusia yang memandang dunia ini sebagai lahan untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai rahmat bagi semesta alam.
Dengan demikian, ia mampu berbuat dan bermanfaat untuk diri, keluarga, lingkungan, masyarakat, dan bangsa; manusia yang akan gelisah melihat kemiskinan dan pengangguran yang ada di sekitarnya untuk segera membantu dan mencarikan solusinya, apalagi di masa pandemi sekarang ini. Hal ini sejalan dengan pesan Rasulullah saw. agar kita menjadi sebaik-baik manusia, yaitu manusia yang paling bermanfaat bagi sesama. Rasulullah saw. bersabda: خير الناس أنفعهم للناس , artinya “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”.
Oleh karenanya, kita diperintahkan agama, untuk bekerja keras, bergotong royong, dan terus-menerus melakukan perbaikan (continous improvement) dalam berbagai aspek kehidupan sesuai dengan tugas, kewenangan, dan kompetensi masing-masing untuk membantu sesama. Akhirnya, marilah kita berusaha agar dapat memanfaatkan momentum bulan Ramadan yang tinggal beberapa hari lagi, dengan sebaik-baiknya, guna meraih aneka makna dan nilai yang terkandung di dalamnya. Sehingga dari diri yang tercerahkan oleh makna dan nilai Ramadan, menjadi diri yang bermanfaat untuk sesama, bangsa, dan dunia.
Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan kita kekuatan untuk dapat melaksanakan ibadah puasa hingga meraih predikat takwa, membimbing kita pada jalan yang diridhai-Nya, serta memberikan kita kekuatan lahir batin dalam mengabdi untuk kemajuan bangsa dan NKRI. Amin.
*Staf Pengajar pada Program Studi Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.