Mari Berjudi pada Akhir Bulan Ramadan

Mari Berjudi pada Akhir Bulan Ramadan

Oleh Dr. Tatik Mariyatut Tasnimah, M. Ag.*

Kata berjudi menurut KBBI (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/berjudi) adalah mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula. Karena dampaknya yang merusak secara luas, tidak kurang dari agama Islam, Kristen, dan banyak negara melarang permainan judi dengan segala variasi dan turunannya. Meskipun demikian, ada beberapa negara yang terang-terangan melegalkannya seperti Itali, Spanyol, Singapura, Hongkong, dan Macau.

Itu tadi adalah berjudi dengan manusia. Lain ceritanya kalau yang dilakukan adalah berjudi dengan Allah. Segala bentuk pengeluaran harta dengan niyat lillahi Ta’ala seperti infak, sedekah, hadiah, zakat, dan wakaf adalah permainan judi dengan Allah yang antirugi, bahkan bisa untung berlipat-lipat (Q.S. 2: 245, 261).

Alangkah beruntungnya jika kita berjudi pada saat Lailatul Qadr, suatu malam yang semua perbuatan baik yang dilakukan di dalamnya dinilai 30 ribu kali lipat lebih (1000 bulan dikalikan 30 hari yang setara dengan 83 tahun) (Q.S. 97: 3). Masalahnya manusia tidak ada yang tahu kapan terjadinya malam tersebut. Kalau tahu waktunya secara persis namanya bukan berjudi! Namun, alhamdulillah umat Islam sudah diberi clue, bahwa malam yang sangat mahal itu ada pada sepertiga akhir bulan Ramadan. Bahkan, ada bocoran lebih lanjut bahwa malam itu ada pada malam-malam ganjil, berarti di antara malam 21, 23, 25, 27, dan 29.

Mari kita berjudi pada 5 malam ganjil tersebut, baik dengan taruhan materi maupun nonmateri. Bagaimana caranya? Kita upayakan dulu pada 5 malam itu kita tidak tidur, supaya kita benar-benar akan memenangkan pertaruhan ini. Supaya tetap fit tidurnya diganti siang hari. Kita buat simulasi dan ilustrasi sebagai berikut.

Pertama, kita pasang taruhan berupa uang sebesar 1 juta rupiah pada setiap malam ganjil dengan cara menginfakkannya kepada panitia pembangunan masjid atau pesantren. Dari lima kali infak, insyaallah salah satunya nyangkut di Lailatul Qadr, maka keuntungan yang akan kita dapatkan adalah:

30.000 (hari) x 1.000.000 rupiah = 30.000.000.000 rupiah. Jadi dengan modal 5 juta rupiah kita akan mendapatkan pengembalian 30 milyar rupiah. Angka yang sangat fantastis, yang bisa diterimakan di dunia, bisa ditangguhkan di akhirat, tetapi bisa juga diterimakan di dunia dan akhirat. Terserah kehendak Allah. Dapat juga diterimakan dalam bentuk nonmateri seperti kepahaman terhadap agama, kesehatan, kebahagiaan, penghargaan, prestasi, kemudahan, kelancaran dalam berbagai urusan, dan lain-lain.

Hanya saja masalahnya uang hasil berjudi dengan Allah Swt. tersebut tidak langsung diterimakan saat itu juga sebagaimana kalau kita bermuamalah dengan sesama manusia. Itu mengapa banyak orang yang enggan memasang taruhan pada sepertiga akhir bulan Ramadan, apalagi dalam jumlah yang besar, kecuali bagi orang-orang yang punya sensitifitas keberagamaan yang tajam.

Kedua, kita taruhan dalam bentuk nonmateri. Misalnya, kita membaca Alquran 5 juz pada setiap malam ganjil, maka insyaallah ada yang nyantel pada malam Qadr, sehingga nilainya setara dengan

membaca 150.000 juz atau mengkhatamkan Alquran sebanyak 5000 kali. Hitungan yang didapatkan dari perkalian 1000 (bulan)=30.000 (hari) x 5 juz : 30 (juz). Kalau membaca 1 huruf Alquran saja dapat pahala satu kebaikan, dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan, maka pahala mengkhatamkan Alquran 5000 kali akan seberapa besar pahalanya. Hitungan yang tidak bisa dijangkau kalkulator manusia.

Apa yang bisa kita dapatkan di Malam Qadr sebagaimana simulasi di atas adalah investasi akhirat yang mustahil bisa dikumpulkan seorang manusia sepanjang umurnya di dunia. Jika seseorang diberi umur 80 tahun, sekitar seperempat hidupnya untuk tidur, seperempat yang lain barangkali untuk sesuatu yang sia-sia atau bahkan maksiat. Praktis ia hanya punya separuh umur untuk menorehkan kebaikan. Oleh karena itu, bonus Malam Qadr benar-benar tidak ternilai.

Apakah kita akan membiarkan prime time 10 hari terakhir berlalu begitu saja? Padahal belum tentu kesempatan pada tahun depan masih berpihak pada kita.

*Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

.

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler